KERTAS TUGAS GAYA INKLUSI
Nama Pelaku   : ……………..
Kelas               : ……………..
Materi            : Lompat Jauh Gaya Jongkok
Petunjuk Umum  :
  1. Pilihlah bentuk latihan lompat jauh yang sesuai dengan kemampuan anda.
  2. Setelah anda mampu melakukan 5 kali pada level 1 atau yang lain dapat diteruskan ke level yang lebih tinggi.
  1. Sikap permulaan dimulai dengan awalan lari dari lambat terus cepat (sprint), namun kecepatannya hanya kira-kira ¾ kecepatan maksimal.
  2. Sebelum menumpu/menolak langkah awalan tadi agak diperlebar untuk menjaga keseimbangan dan persiapan menumpu.
  3. Ketika menumpu/menolak pergunakan kaki yang paling kuat, bisa kanan atau kiri. Tumpuan harus kuat, cepat dan aktif keseimbangan badan dijaga agar tidak oleng/ goyang. Berat badan sedikit di depan titik tumpu, gerakan kaki menelapak dari tumit ke ujung kaki, dengan tempo yang cepat. Gerakan ayunan lengan sangat membantu menambah ketinggian dan juga menjaga keseimbangan badan.
  4. Waktu menumpu kaki ayun mengangkat lutut setinggi-tingginya dan disusul oleh kaki tumpu dan kemudian sebelum mendarat kedua kaki di bawa ke arah .
  5. Setelah mendarat usahakan posisi badan jongkok dan agak di condongkan ke depan supaya tidak jatuh ke belakang yang nantinya akan merugikan diri sendiri.



Contoh Gambar

wiwapelj.blogspot.com
:
Materi :
Tugas
Level 1
Level 2
Level 3
Level 4
Lompat jauh dilakukan dari jarak tertentu dan mendarat pada jarak yang telah ditentukan.
Lompat jauh dengan melewati jarak lebih dari 2 meter dari papan tumpu.








2m















Lompat jauh dengan melewati jarak lebih dari 2,5 meter dari papan tumpu.




 



2,5 m
Lompat jauh dengan melewati jarak lebih dari 3 meter dari papan tumpu.



 



3 m
Lompat jauh dengan melewati jarak lebih dari 3,5 meter dari papan tumpu.



 




3,5 m



MAKALAH KEPRIBADIAN
BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang 
Bab ini bertujuan untuk menyediakan cakupan dari berbagai tema yang berkaitan dengan peningkatan pemahaman peran emosi dalam perkembangan anak, memeriksa apa yang diketahui, apa yang saat ini sedang dilakukan, dan apa arah konseptualisasi masa depan dan penelitian untuk mengambil kemungkinan. Secara khusus, bab ini dibagi menjadi tiga bagian, mencerminkan perkembangan dari:
(a)Pemeriksaan perkembangan individu emosi dan kepribadian pada anak-anak, untuk
(b) diskusi tentang relasional pengaruh, dan kemudian
(c) pertimbangan emosi dan penyesuaian anak-anak.

Pengembangan individu Emosi dan Kepribadian
pada Anak. Bahkan jika seseorang belum siap untuk menerima asumsi perspektif fungsionalis mengenai peran emosi, arah muncul berfungsi untuk menarik perhatian lebih besar untuk peran emosi dalam perkembangan individu anak-anak. Setidaknya, ekspresi emosi anak-anak dan peraturan yang dipahami untuk mempengaruhi dan dipengaruhi oleh mereka-interaksi sosial,
hubungan, dan konteks. Selain itu,
ekspresi anak-anak dan regulasi emosi timbal balik
terkait dengan tanggapan orang lain untuk
fungsi sosial mereka.
Fungsinya terkait  erat dengan tanggapan individu untuk konteks sosial, terutama konteks yang didefinisikan oleh signifikan kategori hubungan sosial. Misalnya, hubungan anak-anak
dengan orang tua
yang berfungsi sebagai landasan penting untuk emosional, berfungsi dalam situasi sosial. Dengan demikian, keamanan lampiran berkaitan dengan regulasi emosional anak-anak di situasi stress (Cassidy, 1994; Thompson & Calkins, 1994).
Emosi dan emosionalitas juga semakin dilihat berkaitan dengan perbedaan individual yang penting antara anak-anak dalam fungsi sosial, temperamen, dan kepribadian. Misalnya, konseptualisasi diri berhubungan dengan emosional proses (Harter, 1998), termasuk emosi yang sadar diri, bersalah, dan malu (Lewis, Sullivan, Asing, & Weiss, 1989; Denham, 2000). Selain itu, emosi yang terkait dengan perbedaan mendasar antara individu dalam karakteristik pribadi dan gaya sosial .Dengan demikian, perhatian telah dipanggil untuk signifikansi dari reaktivitas dan self-regulasi-masing dengan implikasi untuk emosional berfungsi-sebagai dasar disposisi temperamen (Rothbart & Bates, 1998). Selain itu, temperamental perbedaan pada bayi telah dikaitkan dengan perbedaan individu dalam kepribadian sebagai individu semakin tua (Caspi, 1998; Caspi, Penatua, & Bem, 1987).
 
BAB II
PEMBAHASAN
A.     pembahasan tentang emosi pengembangan kepribadian anak.
1. Pengertian Kepribadian                                                                                                            
Terdapat beberapa pengertian kepribadian menurut para ahli diantaranya sebagai berikut:
a.       Yinger
Kepribadian adalah keseluruhan perilaku dari seorang individu dengan system kecenderungan tertentu yang berinteraksi dengan serangkaian instruksi.
b.     M.A.W Bouwer
Kepribadian adalah corak tingkah laku social yang meliputi corak kekuatan, dorongan, keinginan, opini dan sikap-sikap seseorang.
c.      Cuber
Kepribadian adalah gabungan keseluruhan dari sifat-sifat yang tampak dan dapat dilihat oleh seseorang.
d.     Theodore R. Newcombe
Kepribadian adalah organisasi sikap-sikap yang dimiliki seseorang sebagai latar belakang terhadap perilaku.
e.      Agus Sujanto dkk (2004)
suatu totalitas psikofisis yang kompleks dari individu, sehingga nampak dalam tingkah lakunya yang unik.
f.        Kartini Kartono dan Dali Gulo dalam Sjarkawim (2006)
sifat dan tingkah laku khas seseorang yang membedakannya dengan orang lain; integrasi karakteristik dari struktur-struktur, pola tingkah laku, minat, pendiriran, kemampuan dan potensi yang dimiliki seseorang; segala sesuatu mengenai diri seseorang sebagaimana diketahui oleh orang lain.
g.       Allport
susunan sistem-sistem psikofisik yang dinamis dalam diri individu, yang menentukan penyesuaian yang unik terhadap lingkungan. Sistem psikofisik yang dimaksud Allport meliputi kebiasaan, sikap, nilai, keyakinan, keadaan emosional, perasaan dan motif yang bersifat psikologis tetapi mempunyai dasar fisik dalam kelenjar, saraf, dan keadaan fisik anak secara umum.

Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kepribadian merupakan suatu susunan sistem psikofisik (psikis dan fisik yang berpadu dan saling berinteraksi dalam mengarahkan tingkah laku) yang kompleks dan dinamis dalam diri seorang individu, yang menentukan penyesuaian diri individu tersebut terhadap lingkungannya, sehingga akan tampak dalam tingkah lakunya yang unik dan berbeda dengan orang lain.
Juga bukan sebagai bakat kodrati, melainkan terbentuk oleh proses sosialisasi. kepribadian merupakan kecenderungan psikologis seseorang untuk melakukan tingkah laku social tertentu, baik berupa perasaan, berpikir, bersikap, dan berkehendak maupun perbuatan.

2. Struktur Kepribadian
Dalam teori psikoanalitik, struktur kepribadian manusia itu terdiri dari id, ego dan superego.
a. Id
Id adalah komponen kepribadian yang berisi impuls agresif dan libinal, dimana sistem kerjanya dengan prinsip kesenangan “pleasure principle”.
b. Ego
Ego adalah bagian kepribadian yang bertugas sebagai pelaksana, dimana sistem kerjanya pada dunia luar untuk menilai realita dan berhubungan dengan dunia dalam untuk mengatur dorongan-dorongan id agar tidak melanggar nilai-nilai superego.
c. Superego
Superego adalah bagian moral dari kepribadian manusia, karena ia merupakan filter dari sensor baik- buruk, salah- benar, boleh- tidak sesuatu yang dilakukan oleh dorongan ego.
Gerald Corey menyatakan dalam perspektif aliran Freud ortodoks, manusia dilihat sebagai sistem energi, dimana dinamika kepribadian itu terdiri dari cara-cara untuk mendistribusikan energi psikis kepada id, ego dan super ego, tetapi energi tersebut terbatas, maka satu diantara tiga sistem itu memegang kontrol atas energi yang ada, dengan mengorbankan dua sistem lainnya, jadi kepribadian manusia itu sangat ditentukan oleh energi psikis yang menggerakkan.
Pada saat yang sama, kualitas ekspresi emosi dan komunikasi yang terkait dengan pengembangan lampiran antara anak dan orang tua. Sebagai contoh, bermusuhan
ekspresi emosi dan kurangnya ketersediaan emosi
terkait dengan lampiran tidak aman. Kualitas hubungan emosional telah terkait dengan dimensi terkait pengasuhan sosialisasi anak-anak dan pengembangan kepribadian (Cummings, Davies, & Campbell, 2000).
Selanjutnya, yang mencerminkan pentingnya emosi untuk hubungan antara orang tua dan anak-anak, lampiran pada dasarnya didefinisikan sebagai emosional obligasi yang bertahan atas ruang dan waktu (Colin, 1996). Relasional pengaruh pada emosional anak-anak dan kepribadian pembangunan juga didokumentasikan dalam efek dari perkawinan berfungsi pada fungsi dan perkembangan anak (Cummings & Davies, 1994). Secara khusus, konflik perkawinan- termasuk ekspresi emosi negatif dari kemarahan dan permusuhan-dapat menyebabkan emosi dan perilaku yang signifikan disregulasi pada anak. Selain itu, konsisten dengan perspektif fungsionalis pada emosi, teori saat ini menunjukkan bahwa emosi anak melayani fungsi penilaian berkaitan dengan tanggapan anak terhadap konflik perkawinan dan berfungsi untuk mengatur, membimbing, dan reaksi anak-anak langsung yang (Davies & Cummings, 1994). Sebagai contoh, anak-anak yang menilai konflik suami isteri seperti menyedihkan termotivasi untuk campur tangan, sedangkan pada anak yang membuat penilaian bahwa orang tua akan dapat bekerja keluar konflik sedikit motivasi untuk menengahi dalam perselisihan orangtua (Emery, 1989).

Pada akhirnya, pengaruh berbagai relasional anak-anak berfungsi emosional tidak bertindak dalam isolasi, tetapi Pengembangan individu Emosi dan Kepribadian 213 cenderung memiliki efek kumulatif pada reaksi anak-anak dan perilaku. Misalnya, ada bukti bahwa anak-anak emosional keamanan yang memiliki implikasi bagi anak-anak emosional regulasi kapasitas dan disposisi di wajah stres-adalah fungsi dari pengaruh beberapa system keluarga, termasuk hubungan orang tua anak dan sistem perkawinan (Cummings & Davies, 1996). Jadi, agar lebih memahami efek pada pengembangan kepribadian, pemahaman pengaruh relasional akhirnya harus pindah ke tingkat beberapa sumber termasuk keluarga dan pengaruh extrafamilial. Berkenaan dengan yang terakhir, ada penekanan peningkatan tentang peran budaya dan keragaman sebagai berpotensi signifikan sumber perbedaan dalam menanggapi emosional peristiwa dalam keluarga dan dalam disposisi anak terhadap fungsi emosional (Parke & Buriel, 1998).
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian
faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian menurut Sigmund Freud adalah antara lain:
a. Faktor biologis & genetika (keturunan)
b. Faktor pola asuh
c. Faktor lingkungan
d. Faktor pendidikan
e. Faktor pengalaman (perjalanan dan pengalaman hidup sehari-hari)
4. Tahap-tahap kepribadian
Dalam teori Freud setiap manusia harus melewati serangkaian tahap perkembangan dalam proses menjadi dewasa. Tahap-tahap ini sangat penting bagi pembentukan sifat-sifat kepribadian yang bersifat menetap. Freud menyatakan kepribadian orang terbentuk pada usia sekitar 5-6 tahun (dalam A.Supratika), yaitu:
1. tahap oral
Anak memperoleh kepuasan dan kenikmatan yang bersumber pada mulutnya. Hubungan sosial lebih bersifat fisik, seperti makan atau minum susu. Objek sosial terdekat adalah ibu, terutama saat menyusu.
2. tahap anal (1-3 tahun)
Pada fase ini pusat kenikmatannya terletak di anus, terutama saat buang air besar. Inilah saat yang paling tepat untuk mengajarkan disiplin pada anak termasuk toilet training. Pada masa ini anak sudah menjadi individu yang mampu bertanggung jawab atas beberapa kegiatan tertentu.
3. tahap palus: 3-6 tahun dan tahap laten: 6-12 tahun
Anak mulai tertarik dengan perbedaan anatomis antara laki-laki dan perempuan. Pada anak laki-laki kedekatan dengan ibunya menimbulkan perasaan sayang yang disebut Oedipus Complex. Sedangkan pada anak perempuan disebut Electra Complex.
4. tahap genetal: 12-18 tahun
Alat-alat reproduksi sudah mulai masak, pusat kepuasannya berada pada daerah kelamin. Energi psikis (libido) diarahkan untuk hubungan-hubungan heteroseksual. Rasa cintanya pada anggota keluarga dialihkan pada orang lain yang berlawan jenis.
5. tahap dewasa, yang terbagi dewasa awal, usia setengah baya dan usia senja.
B. Hal-Hal Yang Perlu Dikembangkan Untuk Menunjang Kepribadian Anak Usia Dini
1. Nilai moral
Kegiatan Belaja Pola Orientasi Moral Anak Taman Kanak-kanak Pada usia Taman Kanak-kanak, anak telah memiliki pola moral yang harus dilihat dan dipelajari dalam rangka pengembangan moralitasnya. Orientasi moral diidentifikasikan dengan moral position atau ketetapan hati, yaitu sesuatu yang dimiliki seseorang terhadap suatu nilai moral yang didasari oleh cognitive motivation aspects dan affective motivation aspects.

Anak usia dini pada usia ini masih sangat labil, mudah terbawa arus, dan mudah terpengaruh. Mereka sangat membutuhkan bimbingan, proses latihan, serta pembiasaan yang terus-menerus. Moralitas anak Taman Kanak-kanak dan perkembangannya dalam tatanan kehidupan dunia mereka dapat dilihat dari sikap dan cara berhubungan dengan orang lain (sosialisasi), cara berpakaian dan berpenampilan, serta sikap dan kebiasaan makan. Demikian pula, sikap dan perilaku anak dapat memperlancar hubungannya dengan orang lain.
Penanaman moral kepada anak usia Taman Kanak-kanak dapat dilakukan dengan berbagai cara dan lebih disarankan untuk menggunakan pendekatan yang bersifat individual, persuasif, demokratis, keteladanan, informal, dan agamis. Beberapa program yang dapat diterapkan di Taman Kanak-kanak dalam rangka menanamkan dan mengembangkan perilaku moral anak di antaranya dengan bercerita, bermain peran, bernyanyi, mengucapkan sajak, dan program pembiasaan lainnya.

Pengembangan Kemampuan Kepribadian/Moral bagi Anak Taman Kanak-kanak Perkembangan moral dan etika pada diri anak Taman Kanak-kanak dapat diarahkan pada pengenalan kehidupan pribadi anak dalam kaitannya dengan orang lain. Misalnya, mengenalkan dan menghargai perbedaan di lingkungan tempat anak hidup, mengenalkan peran gender dengan orang lain, serta mengembangkan kesadaran anak akan hak dan tanggung jawabnya.
Puncak yang diharapkan dari tujuan pengembangan moral anak Taman Kanak-kanak adalah adanya keterampilan afektif anak itu sendiri, yaitu keterampilan utama untuk merespon orang lain dan pengalaman-pengalaman barunya, serta memunculkan perbedaan-perbedaan dalam kehidupanteman disekitarnya. Hal yang bersifat substansial tentang pengembangan moral anak usia TamanKanak-kanak di antaranya adalah pembentukan karakter, kepribadian, dan perkembangan sosialnya. Guru Taman Kanak-kanak harus menguasai strategi pengembangan emosional, sosial,moral dan agama bagi anak Taman Kanak-kanak. Juga, guru Taman Kanak-kanak perlu untuk senantiasa mengadakan penelitian tentang pengembangan dan inovasi dalam bidang pendidikan bagi anak usia prasekolah.

2. Nilai agama
Agama adalah aturan dan wahyu Tuhan yang sengaja diturunkan agar manusia dapat hidup teratur, damai, sejahtera, bermartabat, dan bahagia baik dunia maupun akhirat. Ajaran agama juga berisi seperangkat norma yang akan mengantarkan manusia pada suatu peradaban. Dengan demikian eksistensi agama merupakan kebutuhan primer bagi seluruh umat manusia. Oleh karena itu, agama sangat perlu ditanamkan sejak dini kepada anak-anak didik dalam berbagai institusi pendidikan, baik formal maupun non formal. Program PAUD/Taman Kanak-kanak merupakan lembaga pendidikan yang pertama dalam lingkungan sekolah, keberadaannya sangat strategis untuk menumbuhkan jiwa keagamaan anak-anak agar mereka menjadi orang-orang yang taat, terbiasa berbuat baik, dan peduli terhadap segala aturan agama yang diajarkan kepadanya. Dalam kaitan ini guru dan orang tua harus terampil menyampaikan hal ini kepada anak didiknya agar tertanam dalam jiwa mereka kebutuhan akan nilai-nilai agama (Hidayat, 2007 : 7.3).
Menurut Abdullah Nasih Ulwan, esensi pengembangan moral dan nilai-nilai agama di antaranya meliputi:
a. pendidikan iman dan ibadah, artinya sejak usia dini masalah keimanan sudah harus tertanam dengan kokoh pada diri anak, demikian pula praktek-praktek ibadah juga sudah mulai dibiasakan oleh pendidik dilatihkan pada anak
b. pendidikan akhlak (moral), artinya sejak dini anak sudah harus dikenalkan dan dibiasakan untuk bertutur kata, bersikap, dan perilaku secara sopan serta dikenalkan keutamaan-keutamaan sifat terpuji (Yani dkk, 2002 : 118).
Program pembentukan perilaku merupakan kegiatan yang secara terus-menerus dilakukan dalam kehidupan sehari-hari anak di Taman Kanak-kanak. Melalui program ini diharapkan anak dapat melakukan kebiasaan-kebiasaan yang baik. Pembentukan perilaku melalui pembiasaan yang dimaksud adalah meliputi pembentukan moral-agama, pancasila, perasaan/emosi, hidup bermasyarakat, dan disiplin. Adapun tujuannya adalah untuk mempersiapkan anak sedini mungkin dalam mengembangkan sikap dan perilaku yang didasari oleh nilai-nilai moral-agama dan pancasila. Sedangkan kompetensi yang ingin dicapai pada aspek pengembangan moral dan nilai-nilai agama adalah kemampuan melakukan ibadah, mengenal Tuhan, percaya akan ciptaan Tuhan, dan mencintai sesama (Hidayat, 2007 : 5.13).

3. Social emosional
Perkembangan sosial emosional meliputi perkembangan dalam hal emosi kepribadian, dan hubungan interpersonal (Papua, dkk, 2004) . Perkembangan sosial emosional berkisar tentang proses sosialisasi, yaitu proses ketika anak mempelajari nilai- nilai dan perilaku yang diterima dari masyarakat (Dodge, dkk, 2002).

Dalam periode pra sekolah, anak mampu mengembangkan diri dengan berbagai orang dari berbagai tatanan, yaitu keluarga, sekolah dan teman sebaya. Perkembangan sosial biasanya dimaksudkan, sebagai perkembangan tingkah laku anak dalam menyesuaikan diri dengan aturan- aturan yang berlaku di dalam masyarakat dimana anak berada. Perkembangan sosial diperoleh dari kematangan dan kesempatan belajar dari berbagai respon lingkungan terhadap anak, pada usia dua tahun anak- anak mulai memantapkan identitas dirinya dan selalu ingin menunjukan kemauan dan kemampuannya dengan berbagai pertanyaan. Tidak jarang pada saat tersebut anak- anak dinilai sebagai anak keras kepala.

Di usia ini anak mengalami banyak perubahan baik fisik dan mental, dengan karakteristik sebagai berikut:
a.       Berkembangnya konsep diri, secara perlahan pemahamannya tentang kehidupan berkembang. Anak mulai menyadari bahwa dirinya, identitasnya karena kesadarannya itu menunjukan “Akunya” (eksitensi diri). Segalanya ingin ia coba, ia merasa dirinya bisa.
b.      Munculnya egosentris, diusia ini anak berfikir bahwa segala yang ada dan tersedia adalah untuk dirinya, semuanya ada untuk memenuhi kebutuhannya. Kuatnya egosentris ini mempengaruhi perilaku anak dalam bermain, saat bermain anak enggan untuk meminjamkan mainannya pada anak lain juga menolak mengembalikan mainan pinjamannya. Wajarlah jika saat seperti ini terjadi konflik dengan temannya. Pada saat mengalami konflik ini anak belum bisa menyelesaikannya secara efektif, ia cenderung menghindar dan menyalahkan orang lain.
c.       Rasa ingin tahu yang tinggi, rasa ingin tahu meliputi berbagai hal termasuk seksual sehingga ia selalu bereksplorasi dalam apapun dimanapun.
d.      Imajinasi yang tinggi, imajinasi yang tinggi di usia ini sangat mendominasi setiap perilakunya, sehingga anak sulit membedakan mana khayalan mana kenyataan. Ia kadang suka melebih- lebihkan cerita. Daya imajinasi ini biasanya melahirkan teman imajiner (teman yang tidak pernah ada), teman khayalan ini mampu mencurahkan segala pengalaman dan perasaannya.
e.       . Belajar menimbang rasa, Diusia 4 tahun minat meniru terhadap teman- temannya mulai berkembang, anak mulai bisa terlibat dalam permainan kelompok bersama teman- temannya walaupun kerap terjadi pertengkaran. Hal ini karena ia masih memikirkan dirinya sendiri. Empati anak mulai berkembang, ia mulai merasakan apa yang sedang orang lain rasakan. Jika melihat ibunya bersedih ia akan mendekati, memeluk dan membawa sesuatu yang dapat menghibur. pada masa ini anak mulai belajar konsep benar salah.
f.        . Munculnya control internal, Kontrol internal muncul di akhir masa usia pra sekolah, perasaan malu mulai muncul ia akan merasa malu dan bersalah jika ia melakukan perbuatan yang salah. Dengan demikian tepatnya diusia 5 tahun ia sudah siap terjun kelingkungan di luar rumah dan sudah sanggup menyesuaikan diri dengan standar perilaku yang di harapkan.
g.       Belajar dari lingkungan, Anak mulai meniru apa yang sering dilakukannya ia belajar mengidentifikasi dirinya dengan model yang dilihatnya misalnya ia akan berperilaku sama persis seperti apa yang di lihatnya di TV dan ia pun akan bercita- cita sama seperti profesi orang tuanya. Jadi di usia ini lingkunganlah yang sangat berperan dalam membentuk perilakunya.
h.      Berkembangnya cara berfikir, Anak mulai mengembangkan pemahamannya tentang hubungan benda antara bagian dan keseluruhan. Pemahaman konsep waktu belum berkembang sempurna anak belum bisa membedakan antara tadi pagi dan kemarin sore.
i.         Berkembangnya kemampuan berbahasa, dibidang masa sebelumnya anak lebih bisa diajak berkomunikasi, ia mulai mengungkapkan keinginannya dengan bahasa verbal, namun kadang- kadang ia ingin bereksperimen dengan kata- kata yang kotor atau yang mengejutkan orang tuanya.


BAB III
KESIMPULAN

Dari makalah yang telah kami paparkan diatas maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
·          kepribadian merupakan suatu susunan sistem psikofisik (psikis dan fisik yang berpadu dan saling berinteraksi dalam mengarahkan tingkah laku) yang kompleks dan dinamis dalam diri seorang individu, yang menentukan penyesuaian diri individu tersebut terhadap lingkungannya, sehingga akan tampak dalam tingkah lakunya yang unik dan berbeda dengan orang lain.
·         struktur kepribadian manusia itu terdiri dari id, ego dan superego.
·         faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian menurut Sigmund Freud diantaranya, Faktor biologis & genetika (keturunan), Faktor pola asuh, Faktor lingkungan, Faktor pendidikan, Faktor pengalaman (perjalanan dan pengalaman hidup sehari-hari).